Secara tertulis mengenai sejarah Desa Mengesta
hingga kini belum diketemukan, menurut sumber yang patut dipercaya yang berasal dari penuturan orang-orang tua sebagai sesepuh Desa
Mengesta, ada dua versi yang menyebutkan tentang sejarah Desa Mengesta sebagai
berikut :
Desa Mengesta yang terdiri dari 6 ( enam )
Banjar yaitu :
1.
Banjar Piling Kawan.
2.
Banjar Piling Kanginan.
3.
Banjar Mengesta.
4.
Banjar Kedampal.
5.
Banjar Belulang.
6.
Banjar Wongaya Betan.
Pada tanggal 28 Februari 2003 dengan Surat Keputusan Desa Mengesta, No.4 Tahun 2003
mengajukan permohonan pemekaran Banjar Piling Kawan dan Piling Kanginan, karena batas wilayah kedua Banjar
Dinas tersebut tidak jelas dan jumlah
penduduknya cukup banyak.
Pada tanggal 25 September 2003 dengan Surat
Keputusan Bupati Tabanan, No.517 tahun
2003 ditetapkan Banjar Piling Tengah sebagai Banjar Dinas yang baru merupakan hasil Pemekaran Banjar Piling Kawan dan Banjar Piling Kanginan,sehingga sejak tanggal 25 September 2003 Desa Mengesta terditi dari 7 (tujuh) Banjar Dinas dengan
urutan:
1. Banjar Dinas Piling
Kawan.
2. Banjar Dinas Piling
Kanginan.
3. Banjar Dinas
Kedampal.
4. Banjar Dinas
Belulang.
5. Banjar Dinas Wongaya
Betan.
6. Banjar Dinas
Mengesta.
7. Banjar Dinas Piling
Tengah.
Yang mana sebelum adanya pemekaran
Banjar Dinas Piling Kawan, Banjar Dinas Piling Kanginan, Banjar Dinas Mengesta
merupakan Banjar Dinas yang paling muda, namun nama Desa Mengesta diambil dari salah satu nama Banjar Dinas yaitu Banjar Mengesta dengan latar belakang Sebagai berikut.:
Persi I.
Banjar Mengesta didirikan kurang lebih pada tahun 1909 oleh Pemerintah
Belanda. Situasi Banjar pada waktu itu masih sangat premitif arena Perumahan
penduduk masih berupa pondok-pondok yang tempatnya tidak teratur dan letaknya
menyebar disela-sela pepohonan yang menghutan.
Jarak
antara satu pondok dengan pondok yang
lain agak berjauhan dengan penghuni yang jumlahnya dibawah 10 KK. Dari kota Kecamatan Penebel menuju
Banjar Mengesta melalui Banjar Kedampal dan dihubungkan dengan jalan setapak.
Atas
dasar kepentingan roda Pemerintah Belanda, dan untuk melancarkan komunikasi
antar Desa-desa di Kecamatan Penebel, khususnya menuju Desa Wongaya Gede dengan Desa Jatiluwih maka dibangun jalan raya dari
jurusan kota Kecamatan Penebel menuju jalan pertigaan Wongaya Gede -Jatiluwih yang berlokasi disebelah Utara Banjar Mengesta sepanjang
kuranglebih 5 Km. Tanah-tanah milik Jero Subamia yang berlokasi di
BanjarMengesta, yang belum ada penghuni serta pemilikannya dikapling-kapling
oleh Pemerintah Belanda dimana setiap kapling/garapan luasnya kurang lebih
75 are, didistribusikan kepada penduduk yang berdomisili disekitar Banjar Mengesta dalam Kecamatan
Penebel serta dihibahkan menjadi hak milik penduduk yang mau
menempatinya.
Dengan catatan
setiap petani penggarap tanah tersebut harus menempati tanah
bagian garapannya sebagian untuk tanah pekarangan rumah dan sisanya sebagai tanah pertanian. Disamping itu setiap petani penerima tanah, wajib turut membangun jalan sepanjang kurang lebih 5 Km yang
menghubungkan Banjar Mengesta dengan kota
Kecamatan Penebel, setiap orang penerima pembagian tanah berkewajiban
mengerjakan dan membangun serta memelihara ruas jalan tersebut menurut panjang patok yang telah ditentukan,
jumlah penerima tanah tersebut sekaligus
sebagai pengayah dijalan yang jumlahnya kurang lebnih 45 KK (
menurut catatan awal kependudukan ) dan berasal dari Desa-desa dalam Kecamatan
Penebel dan sekitarnya antara lain :
Dari Desa Beraban/Kediri
............................... 1 KK.
Dari Desa Penebel ........................................... 8 KK.
Dari Desa Pitra/Banjar Nyeleket ..................... 1 KK.
Dari Desa Jatiluwih ......................................... 1 KK.
Dari Desa Babahan .......................................... 1 KK.
Dari Banjar Piling ............................................ 4 KK.
Dari Desa Wongaya Gede ............................... 3 KK.
Dari Desa Riang Gede ..................................... 1 KK.
Dari Desa Buruan............................................. 1 KK.
Dari Banjar Kedampal ....................................24 KK.
Dari Desa Penebel ........................................... 8 KK.
Dari Desa Pitra/Banjar Nyeleket ..................... 1 KK.
Dari Desa Jatiluwih ......................................... 1 KK.
Dari Desa Babahan .......................................... 1 KK.
Dari Banjar Piling ............................................ 4 KK.
Dari Desa Wongaya Gede ............................... 3 KK.
Dari Desa Riang Gede ..................................... 1 KK.
Dari Desa Buruan............................................. 1 KK.
Dari Banjar Kedampal ....................................24 KK.
Tanah pembagian garapan tersebut dikerjakan
setelah selesai mengerjakan jalan, tanah tersebut dijadikan petak-petak,
terasering yang bertingkat-tingkat sesuai dengan kemiringan tanah serta untuk mencegah erosi. Seluruh
tanah garapan tersebut yang berupa
petak-petak tanah dipersiapkan untuk tanah sawah atau uma, organisasi subak
yang mengurus tanah sawah itu sudah didirikan. Dalam
waktu yang relatif singkat tanah garapan tersebut berubah menjadi petak-petak sawah yang luas
berjejer-jejer dan bertingkat-tingkat menghampar di kaki gunung Batukaru yang
mempesona. Hasil mencetakkan sawah baru yang serentak dalam jumlah yang
banyak disebut “ UMA NGESTA “ yang dalam bahasa Bali berarti :
Uma
= Sawah.
Nges = Banyak/luas.
Ta
= Itu.
Yang maksudnya disitu ada sawah yang
banyak/luas yang merupakan sumber mata pencaharian penduduk.
Dari kata-kata tersebut diatas
terjemalah nama Banjar “ Uma –ngesta
“ yang akhirnya berubah menjadi “ Mengesta
“ . Nama Banjar Mengesta
ditetapkan sebagai nama Desa atas dasar kepentingan Pemerintah Belanda.
Persi II.
Dalam
pembukaan tanah pertanian oleh warga yang diterima dari Pemerintah Hindia Belanda
warga masyarakat pada saat itu mengerjakannya dengan gotong royong. Tanah yang
mereka buka untuk dijadikan lahan pertanian banyak ditumbuhi pohon-pohon yang
besar dan salah satunya terdapat pohon-pohon manggis yang besar dan rindang,
setelah seharian masyarakat bekerja membuka lahan pertanian dan setelah lelah
dalam bekerja beberapa masyarakat mengajak teman-temannya untuk beristirahat
dan ada temannya yang bertanya dimana kita beristirahat maka dijawablah oleh
temannya yang lain “ Di Manggis To
“ yang artinya dibawah pohon manggis
itu.
Dari kata
Manggis To akhirnya menjadi/dipakai nama Banjar Mengesta, untuk kepentingan
Pemerintah pada zaman itu maka dari banjar-banjar yang telah ada dibentuk Desa
yang nama-nama Desanya diambil dari salah satu nama Banjar yaitu Banjar
Mengesta, dan kebetulan pada saat itu Perbekel pada zaman itu berasal dari
Banjar Mengesta.
Demikianlah selayang pandang sejarah
berdirinya Desa Mengesta dan sudah
barang tentu tidak selengkap sejarah sebenarnya. Dan bagi kita semua terutama generasi penerus dihimbau untuk
mengisi kelengkapannya agar menjadi lebih sempurna, uraian singkat ini hanya
merupakan perintis untuk menguak sejarah Desa Mengesta agar
nantinya bisa lebih lengkap/sempurna.
Cek Juga Video Di Channel Youtube kami : https://www.youtube.com/channel/UCSF-kzGO1jcX5KWg_76IclA
EmoticonEmoticon